Sebagai seorang pakar ekonomi ulung, ia telah menulis banyak buku. Tahun
1913 ia menulis : Indian Currency and
Finance, yang memperlihatkan ketertarikannya pada masalah-masalah moneter.
Tulisan berikutnya adalah : The Economic
Consequences of the Peace (terbit tahun 1919). Pada tahun 1922 ia menulis :
A Revision of The Treaty. Kedua buku
yang disebutkan terakhir ditulis sehubungan dengan pengalamannya dalam delegasi
perdamaian Versailles .
Pada tahun 1923 ia menulis: A Tract on
Monetary Reform. Dalam buku ini memperlihatkan keprihatinannya terhadap
perubahan yang terjadi dalam daya beli uang. Tlisannya yang lain adalah A Treatise on Money yang diterbitkan
tahun 1930. Enam tahun berikutnya ia menerbitkan bukunya yang paling terkenal :
The General Theory of Employment,
Interest, and Money.
Dalam bukunya : The Economic
Consequences of The Peace, ia banyak mengritik cara-cara yang digunakan
oleh negara-negara yang menang Perang Dunia Pertama (Amerika Serikat, Inggris
dan Perancis) dalam menekan negara-negara yang kalah perang (yaitu pihak
Jerman). Walaupun dalam Perjanjian Versailles
ia mewakili pemerintah Inggris, namun tidak urung ia mengritik cara-cara yang
digunakan negara-negara yang menang perang tersebut dalam menekan Jerman dengan
syarat pembayaran utang perang yang begitu berat. Dalam buku tersebut ia
mengisyaratkan bahwa tekanan dari negara-negara yang menang perang terhadap
Jerman dapat menimbulkan rasa marah dan dendam dari masyarakat Jerman. Apa yang
diramal oleh Keynes tahun 1919 tersebut menjadi kenyataan 20 tahun berikutnya,
di mana Jerman yang kalah dalam Perang Dunia I di bawah Hitler melakukan balas
dendam dengan memulai prakarsa Perang Dunia Kedua.
Buku yang lain: A Treatise on Money
terdiri dari dua volume. Volume pertama khusus menyajikan teori-teori tentang
arti dan peran uang dalam perekonomian secara murni, dan dalam volume kedua
dijelaskan bagaimana teori-teori murni tentang uang tersebut diterapkan dalam
perekonomian.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa dalam beberapa bukunya yang terbit
sebelum The General Theory, Keynes
masih berada dalam “jalur” pemikiran klasik dan neo-klasik. Tetapi jalur
pemikiran klasik dan neo-klasik ini mulai ditinggalkan waktu ia menulis The General Theory. Sebagaimana yang
dikutip oleh Fusfeld (1977), paragraf pertama bab pertama buku General Theory tersebut Keynes menulis:
“I have called this book “The
General Theory of Employment, Interest, and Money’, placing the emphasis on the
prefix general. The object of such a title is to contrast the character of my
arguments and conclusions with those of the classical theory of the subject,
upon which I was brought up and which dominates the economic thought, both
practical and theoretical, of the governing and academic classes of this
generation, as it has for a hundred years past.”
Buku The General Theory ditulis sebagai reaksi terhadap depresi
besar-besaran yang terjadi tahun 30-an yang tidak berhasil dipecahkan dengan
metode klasik dan neo-klasik. Teori klasik dinilai Keynes mengandung banyak kelemahan,
dan karena itu perlu diperbaiki dan disempurnakan.
A. KRITIKAN KEYNES TERHADAP TEORI KLASIK
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan
mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi keseimbangan, kegiatan produksi secara
otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang
dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas jasa atas faktor-faktor
produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa dan balas jasa dari faktor-faktor
produksi lainnya. Pendapatan atas
faktor-faktor produksi tersebut seluruhnya akan dibelanjakan untuk membeli
barang-barang yang dihasilkan perusahaan. Ini yang dimaksudkan Say bahwa
penawaran akan selalu berhasil menciptakan permintaannya sendiri.
Dalam posisi keseimbangan
tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan permintaan. Kalaupun terjadi
ketidakseimbangan (disequilibrium),
misalnya pasokan lebih besar dari permintaan; kekurangan konsumsi; atau
terjadinya pengangguran, maka keadaan ini dinilai kaum klasik sebagai sesuatu
yang sementara sifatnya. Nanti akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands) yang akan membawa
perekonomian kembali pada posisi keseimbangan.
Kaum klasik juga percaya bahwa
dalam keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan
secara penuh (fully-employed). Dengan
demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada
pengangguran. Kalau ada yang tidak bekerja, daripada tidak memperoleh
pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang
lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah lebih rendah ini akan
menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak.
Jadi, dalam pasar persaingan
sempurna mereka yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan. Kekecualian
berlaku bagi mereka yang ”pilih-pilih” pekerjaan, atau tidak mau bekerja dengan
tingkat upah yang diatur oleh pasar. Tetapi kalau ada yang tidak bekerja karena
kedua alasan yang disebutkan di atas, mereka ini lleh kaum klasik tidak digolongkan
pada pengangguran, melainkan pengangguran sukarela (voluntary unemployment).
Sebagaimana sudah dijelaskan
sebelumnya, analisis klasik bertumpu pada maslaah-masalah mikro. Dalam
berproduksi, misalnya, masalah yang dihadapi adalah: bagaimana menghasilkan
barang-barang dan jasa sebanyak-banyaknya dengan biaya serendah-rendahnya
dengan memilih alternatif kombinasi faktor-faktor produksi yang terbaik. Dengan
cara memilih alternatif terbaik atau paling efisien perusahaan akan memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena yakin bahwa tiap barang yang
diproduksi akan selalu diiringi oleh permintaan, sesuai dengan teori Say, maka
tiap perusahaan berlomba-lomba menghasilkan barang-barang dan jasa
sebanyak-banyaknya.
Teori Say yang mengatakan
bahwa ”penawaran akan menciptakan permintaan sendiri” di atas dikritik
habis-habisan oleh Keynes sebagai suatu yang keliru. Dalam kenyataan, demikian
keynes, biasanya permintaan lebih kecil dari penawaran. Alasannya, sebagian
dari pendapatan yang diterima masyarakat akan ditabung, dan tidak semuanya
dikonsumsi dengan demikian permintaan efektif biasanya lebih kecil dari total
produksi. Kalau pun kekurangan ini bisa dieliminir dengan menurunkan
harga-harga, maka pendapatan tentu akan turun, dan sebagai akibatnya tetap saja
permintaan lebih kecil dari penawaran. Karena konsumsi lebih kecil dari
pendapatan, berarti tidak semua produksi akan diserap masyarakat. Dan memang
inilah ytang terjadi pada tahun 30-an, di mana perusahaan berlomba-lomba
berproduksi tanpa kendali. Di pihak lain daya beli masyarakat terbatas.
Akibatnya banyak stok menumpuk. Sebagian perusahaan terpaksa mengurangi
produksi, dan sebagian bahkan melakukan rasionalisasi, yaitu mengurangi
produksi dengan mengurangi jumlah pekerja.
Tindakan rasionalisasi dari
pihak perusahaan akan memaksa sebagian pekerja menganggur. Orang yang
manganggur jelas tidak memperoleh pendapatan, dan sebagai konsekuensinya
pendapatan masyarakat turun. Turunnya pendapatan masyarakat menyebabvkan daya
beli semakin rendah, dan akibatnya barang-barang tidak laku sehingga kegiatan
produksi menjadi macet. Puncak
dari kemerosotan ekonomi terjadi pada tahun 30-an di mana hampir di seluruh
negara-negara industri terjadi depresi secara besar-besaran.
Sejak terjadinya depresi
besar-besaran tersebut orang curiga bahwa ada sesuatu yang salah dengan teori
klasik dan neo-klasik yang dianggap berlaku umum selama ini. Menurut Keynes,
pandangan klasik bahwa produksi akan selalu menciptakan permintaannya sendiri
hanya berlaku untuk perekonomian tertutup sederhana yang terdiri dari sektor
rumah tangga dan perusahaan saja. Pada tingkat perekonomian seperti ini semua pendapatan yang diterima pada
suatu periode biasanya langsung dikonsumsi, tanpa ada yang ditabung. Dalam
keadaan seperti ini memang permintaan akan selalu sama dengan penawaran
agregat. Tetapi dalam perekonomian yang lebih maju, di mana masyarakatnya sudah
mengenal tabungan, maka sebagian dari pendapatan akan mengalami kebocoran (leakage) dalam bentuk tabungan, sehingga
arus pengeluaran tidak lagi sama dengan arus pendapatan. Dengan demikian
permintaan agregat akan lebih kecil dari penawaran agregat.
Pendapat di atas mula-mula
dibantah oleh pendukung klasik. Mereka mengatakan bahwa tabungan tersebut akan
dihimpun oleh lembaga-lembaga keuangan, dan nanti akan disalurkan pada
investor. Menurut keyakinan
pendukung-pendukung klasik, pasar akan mengatur sedemikian rupa sehingga jumlah
tabungan akan sama dengan jumlah investasi. Dengan demikian kebocoran yang
terjadi dalam tabungan akan diinjeksikan kembali ke dalam perekonomian melalui
investasi, sehingga keseimbangan kembali wujud dalam perekonomian.
Pendapat klasik bahwa jumlah
tabungan akan selalu sama dengan jumlah investasi di atas dibantah Keynes.
Alasannya, motif orang untuk menabung di tidak sama dengan motif pengusaha
untuk menginvestasi. Pengusaha melakukan investasi didorong oleh keinginan
untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, sedang sektor rumah tangga
melakukan penabungan didorong oleh berbagai motif yang sangat berbeda. Termasuk
di dalamnya ialah misalnya untuk menghadapi kecelakaan,
penyakit, untuk memenuhi hajat (memperingati kelahiran, perkawinan, kematian)
dan sebagainya. Perbedaan dalam motif
ini menyebabkan jumlah tabungan tidak akan pernah sama dengan jumlah investasi.
Kalaupun jumlahnya sama, menurut Keynes itu hanya merupakan kebetulan belaka,
bukan suatu keharusan.
Karena Keynes mengamati bahwa
umumnya investasi lebih kecil dari jumlah tabungan, maka ia menyimpulkan bahwa
permintaan agregat juga lebih kecil dari penawaran agregat. Kekurangan ini,
apabila tidak diantisipasi, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam
perekonomian. Karena sebagian produksi tidak terserap oleh masyarakat, stok
akan meningkat, dan pada periode-periode berikutnya terpaksa harus dibatasi.
Apa yang menjadi inti pokok dari pendapat Keynes di atas ialah bahwa
perekonomian yang berjalan menurut mekanisme pasar biasanya mencapai
keseimbangan pada titik di bawah full-employment.
Kritikan Keynes yang lain terhadap
sistem klasik yang juga sangat perlu diperhatikan ialah pendapatnya yang
mengatakan bahwa tidak ada mekanisme penyesuaian (adjustment) otomatis yang menjamin bahwa perekonomian akan mencapai
keseimbangan (equilibrium) pada
tingkat penggunaan kerja penuh. Hal ini sangat jelas dalam analisisnya tentang
pasar tenaga kerja.
Sebelumnya sudah dijelaskan
bahwa kaum klasik percaya bahwa dalam posisi keseimbangan semua sumber daya,
termasuk di dalamnya sumber daya tenaga kerja atau labor, akan dimanfaatkan
secara penuh (fully employed). Kalau
seandainya terjadi pengangguran, pemerintah tidak perlu melakukan
tindakan/kebijaksanaan apa pun.
Sesuai pandangan laissez
faire klasik, biarkan saja
keadaan demikian, dan nanti orang-orang yang tidak bekerja tersebut akan
bersedia berkerja dengan tingkat upah yang lebih rendah, yang mendorong
pengusaha untuk mepekerjakan labor lebih banyak, sehingga akhirnya semua yang
mau bekerja akan memperoleh pekerjaan.
Pandangan klasik di atas tidak
diterima Keynes. Menurut pandangan Keynes, dalam kenyataan pasar tenaga kerja
tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik di atas. Di manapun para pekerja
mempunyai semacam serikat kerja (labour
union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan
tingkat upah. Dari sini Keynes mengecam analisis kaum klasik yang didasarkan
pada pengandaian-pengandaian yang keliru dengan kenyataan hidup sehari-hari.
Kalaupun tingkat upah bisa
diturunkan (tetapi kemungkinan ini dinilai Keynes kecil sekali), tingkat
pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota
masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya
akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli
masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga.
Kalau harga-harga turun, maka
kurva nilai produktivitas marjinal labor (marginal
value of productivity of labor), yang dijadikan sebagai patokan oleh
pengusaha dalam mempekerjakan labor, akan turun. Kalau penurunan dalam
harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor
hanya turun sedikit, tetapi begitupun tetap saja jumlah albor yang tertampung
lebih kecil dari jumlah labor yang ditawarkan. Yang parah kalau harga-harga
turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun
drastis pula, dan jumlah labor yang tertampung jadi semakin kecil, dan
pengangguran menjadi semakin luas.
B. PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN
Dari hasil pengamatan tentang
kejadian depresi ekonomi pada awal 30-an Keynes merekomendasikan agar perekonomian
tidak diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar. Hingga batas tertentu peran
pemerintah justru diperlukan. Misalnya kalau terjadi pengangguran pemerintah
bisa memperbesar pengeluarannya untuk proyek-proyek padat karya sehingga
sebagian tenaga kerja yang menganggur bisa bekerja, yang akhirnya akan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Kalau harga-harga naik cepat, pemerintah
bisa menarik jumlah uang beredar dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi,
sehingga inflasi yang tak terkendali tidak sampai terjadi. Dalam situasi di
mana terjadi gerak gelombang naik turunnya kegiatan ekonomi, pemerintah dapat
menjalankan kebijaksanaan pengelolaan pengeluaran dan pengendalian permintaan
efektif dalam bentuk ”kontra-siklis” atau ”anti-siklis”.
Dari berbagai kebijaksanaan
yang bisa diambil, Keynes lebih sering mengandalkan kebijaksanaan fiskal.
Dengan kebijaksanaan fiskal pemerintah bisa mempengaruhi jalanya perekonomian dengan
menyuntikkan dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang mampu
menyerap tenaga kerja. Terutama dalam situasi di mana sumber-sumber daya belum
dimanfaatkan secara penuh, kebijaksanaan ini sangat ampuh dalam meningkatkan
output dan memberantas pengangguran.
Apakah keynes tidak percaya
pada mekanisme pasar bebas sesuai doktrin laissez
faire-laissez passer klasik? Apakah ia tidak yakin dengan anggapan klasik
bahwa perekonomian akan menemukan jalannya sendiri menuju keseimbangan? Keynes
sebetulnya percaya tentang semua hal yang dikemukakan oleh kaum klasik
tersebut. Akan tetapi Keynes menilai bahwa jalan menuju keseimbnagan dan full-employment tersebut sangat panjang.
Kalau ditunggu mekanisme pasar (lewat tangan tak kentara) yang akan membawa
perekonomian kembali pada posisi keseimbangan, dibutuhkan waktu yang sangat
lama. Sedangkan, demikian Keynes pernah menulis: ”dalam jangka panjang kita
akan mati!” (In the long run we’re all
dead!) jadi, satu-satunya cara untuk membawa perekonomian ke arah yang
diinginkan seandainya ia ”lari dari posisi keseimbangan”, demikian uraian
Keynes lebih lanjut, ialah lewat intervensi atau campur tangan pemerintah.
Demikianlah, kalau kaum klasik
pada umumnya menganggap tabu campur tangan pemerintah, bagi Keynes campur
tangan pemerintah merupakan keharusan. Campur tangan pemerintah terutama
diperlukan kalau perekonomian berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Kalau diamati, sepertinya
Keynes sependapat dengan Marx yang mengatakan bahwa sistem ekonomi klasik tidak
bebas dari fluktuasi, krisis pengangguran, dan sebagainya. Bedanya, kalau Marx
berusaha menghancurkan sistem kapitalis dan menggantinya dengan sistem
sosialis, Keynes sebaliknya justru ingin menyelamatkan sistem liberal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar