Rabu, 04 Juni 2014

Pemikiran Ekonomi Aliran J. M. Keynes


Sebagai seorang pakar ekonomi ulung, ia telah menulis banyak buku. Tahun 1913 ia menulis : Indian Currency and Finance, yang memperlihatkan ketertarikannya pada masalah-masalah moneter. Tulisan berikutnya adalah : The Economic Consequences of the Peace (terbit tahun 1919). Pada tahun 1922 ia menulis : A Revision of The Treaty. Kedua buku yang disebutkan terakhir ditulis sehubungan dengan pengalamannya dalam delegasi perdamaian Versailles. Pada tahun 1923 ia menulis: A Tract on Monetary Reform. Dalam buku ini memperlihatkan keprihatinannya terhadap perubahan yang terjadi dalam daya beli uang. Tlisannya yang lain adalah A Treatise on Money yang diterbitkan tahun 1930. Enam tahun berikutnya ia menerbitkan bukunya yang paling terkenal : The General Theory of Employment, Interest, and Money.
Dalam bukunya : The Economic Consequences of The Peace, ia banyak mengritik cara-cara yang digunakan oleh negara-negara yang menang Perang Dunia Pertama (Amerika Serikat, Inggris dan Perancis) dalam menekan negara-negara yang kalah perang (yaitu pihak Jerman). Walaupun dalam Perjanjian Versailles ia mewakili pemerintah Inggris, namun tidak urung ia mengritik cara-cara yang digunakan negara-negara yang menang perang tersebut dalam menekan Jerman dengan syarat pembayaran utang perang yang begitu berat. Dalam buku tersebut ia mengisyaratkan bahwa tekanan dari negara-negara yang menang perang terhadap Jerman dapat menimbulkan rasa marah dan dendam dari masyarakat Jerman. Apa yang diramal oleh Keynes tahun 1919 tersebut menjadi kenyataan 20 tahun berikutnya, di mana Jerman yang kalah dalam Perang Dunia I di bawah Hitler melakukan balas dendam dengan memulai prakarsa Perang Dunia Kedua.
Buku yang lain: A Treatise on Money terdiri dari dua volume. Volume pertama khusus menyajikan teori-teori tentang arti dan peran uang dalam perekonomian secara murni, dan dalam volume kedua dijelaskan bagaimana teori-teori murni tentang uang tersebut diterapkan dalam perekonomian.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa dalam beberapa bukunya yang terbit sebelum The General Theory, Keynes masih berada dalam “jalur” pemikiran klasik dan neo-klasik. Tetapi jalur pemikiran klasik dan neo-klasik ini mulai ditinggalkan waktu ia menulis The General Theory. Sebagaimana yang dikutip oleh Fusfeld (1977), paragraf pertama bab pertama buku General Theory tersebut Keynes menulis:
“I have called this book “The General Theory of Employment, Interest, and Money’, placing the emphasis on the prefix general. The object of such a title is to contrast the character of my arguments and conclusions with those of the classical theory of the subject, upon which I was brought up and which dominates the economic thought, both practical and theoretical, of the governing and academic classes of this generation, as it has for a hundred years past.”
Buku The General Theory ditulis sebagai reaksi terhadap depresi besar-besaran yang terjadi tahun 30-an yang tidak berhasil dipecahkan dengan metode klasik dan neo-klasik. Teori klasik dinilai Keynes mengandung banyak kelemahan, dan karena itu perlu diperbaiki dan disempurnakan.

A. KRITIKAN KEYNES TERHADAP TEORI KLASIK
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi keseimbangan, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas jasa atas faktor-faktor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa dan balas jasa dari faktor-faktor produksi lainnya. Pendapatan atas faktor-faktor produksi tersebut seluruhnya akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan perusahaan. Ini yang dimaksudkan Say bahwa penawaran akan selalu berhasil menciptakan permintaannya sendiri.
Dalam posisi keseimbangan tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan permintaan. Kalaupun terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), misalnya pasokan lebih besar dari permintaan; kekurangan konsumsi; atau terjadinya pengangguran, maka keadaan ini dinilai kaum klasik sebagai sesuatu yang sementara sifatnya. Nanti akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan.
Kaum klasik juga percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (fully-employed). Dengan demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau ada yang tidak bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak.
Jadi, dalam pasar persaingan sempurna mereka yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan. Kekecualian berlaku bagi mereka yang ”pilih-pilih” pekerjaan, atau tidak mau bekerja dengan tingkat upah yang diatur oleh pasar. Tetapi kalau ada yang tidak bekerja karena kedua alasan yang disebutkan di atas, mereka ini lleh kaum klasik tidak digolongkan pada pengangguran, melainkan pengangguran sukarela (voluntary unemployment).
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, analisis klasik bertumpu pada maslaah-masalah mikro. Dalam berproduksi, misalnya, masalah yang dihadapi adalah: bagaimana menghasilkan barang-barang dan jasa sebanyak-banyaknya dengan biaya serendah-rendahnya dengan memilih alternatif kombinasi faktor-faktor produksi yang terbaik. Dengan cara memilih alternatif terbaik atau paling efisien perusahaan akan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena yakin bahwa tiap barang yang diproduksi akan selalu diiringi oleh permintaan, sesuai dengan teori Say, maka tiap perusahaan berlomba-lomba menghasilkan barang-barang dan jasa sebanyak-banyaknya.
Teori Say yang mengatakan bahwa ”penawaran akan menciptakan permintaan sendiri” di atas dikritik habis-habisan oleh Keynes sebagai suatu yang keliru. Dalam kenyataan, demikian keynes, biasanya permintaan lebih kecil dari penawaran. Alasannya, sebagian dari pendapatan yang diterima masyarakat akan ditabung, dan tidak semuanya dikonsumsi dengan demikian permintaan efektif biasanya lebih kecil dari total produksi. Kalau pun kekurangan ini bisa dieliminir dengan menurunkan harga-harga, maka pendapatan tentu akan turun, dan sebagai akibatnya tetap saja permintaan lebih kecil dari penawaran. Karena konsumsi lebih kecil dari pendapatan, berarti tidak semua produksi akan diserap masyarakat. Dan memang inilah ytang terjadi pada tahun 30-an, di mana perusahaan berlomba-lomba berproduksi tanpa kendali. Di pihak lain daya beli masyarakat terbatas. Akibatnya banyak stok menumpuk. Sebagian perusahaan terpaksa mengurangi produksi, dan sebagian bahkan melakukan rasionalisasi, yaitu mengurangi produksi dengan mengurangi jumlah pekerja.
Tindakan rasionalisasi dari pihak perusahaan akan memaksa sebagian pekerja menganggur. Orang yang manganggur jelas tidak memperoleh pendapatan, dan sebagai konsekuensinya pendapatan masyarakat turun. Turunnya pendapatan masyarakat menyebabvkan daya beli semakin rendah, dan akibatnya barang-barang tidak laku sehingga kegiatan produksi menjadi macet. Puncak dari kemerosotan ekonomi terjadi pada tahun 30-an di mana hampir di seluruh negara-negara industri terjadi depresi secara besar-besaran.
Sejak terjadinya depresi besar-besaran tersebut orang curiga bahwa ada sesuatu yang salah dengan teori klasik dan neo-klasik yang dianggap berlaku umum selama ini. Menurut Keynes, pandangan klasik bahwa produksi akan selalu menciptakan permintaannya sendiri hanya berlaku untuk perekonomian tertutup sederhana yang terdiri dari sektor rumah tangga dan perusahaan saja. Pada tingkat perekonomian seperti ini semua pendapatan yang diterima pada suatu periode biasanya langsung dikonsumsi, tanpa ada yang ditabung. Dalam keadaan seperti ini memang permintaan akan selalu sama dengan penawaran agregat. Tetapi dalam perekonomian yang lebih maju, di mana masyarakatnya sudah mengenal tabungan, maka sebagian dari pendapatan akan mengalami kebocoran (leakage) dalam bentuk tabungan, sehingga arus pengeluaran tidak lagi sama dengan arus pendapatan. Dengan demikian permintaan agregat akan lebih kecil dari penawaran agregat.
Pendapat di atas mula-mula dibantah oleh pendukung klasik. Mereka mengatakan bahwa tabungan tersebut akan dihimpun oleh lembaga-lembaga keuangan, dan nanti akan disalurkan pada investor. Menurut keyakinan pendukung-pendukung klasik, pasar akan mengatur sedemikian rupa sehingga jumlah tabungan akan sama dengan jumlah investasi. Dengan demikian kebocoran yang terjadi dalam tabungan akan diinjeksikan kembali ke dalam perekonomian melalui investasi, sehingga keseimbangan kembali wujud dalam perekonomian.
Pendapat klasik bahwa jumlah tabungan akan selalu sama dengan jumlah investasi di atas dibantah Keynes. Alasannya, motif orang untuk menabung di tidak sama dengan motif pengusaha untuk menginvestasi. Pengusaha melakukan investasi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, sedang sektor rumah tangga melakukan penabungan didorong oleh berbagai motif yang sangat berbeda. Termasuk di dalamnya ialah   misalnya untuk menghadapi kecelakaan, penyakit, untuk memenuhi hajat (memperingati kelahiran, perkawinan, kematian) dan sebagainya.  Perbedaan dalam motif ini menyebabkan jumlah tabungan tidak akan pernah sama dengan jumlah investasi. Kalaupun jumlahnya sama, menurut Keynes itu hanya merupakan kebetulan belaka, bukan suatu keharusan.
Karena Keynes mengamati bahwa umumnya investasi lebih kecil dari jumlah tabungan, maka ia menyimpulkan bahwa permintaan agregat juga lebih kecil dari penawaran agregat. Kekurangan ini, apabila tidak diantisipasi, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam perekonomian. Karena sebagian produksi tidak terserap oleh masyarakat, stok akan meningkat, dan pada periode-periode berikutnya terpaksa harus dibatasi. Apa yang menjadi inti pokok dari pendapat Keynes di atas ialah bahwa perekonomian yang berjalan menurut mekanisme pasar biasanya mencapai keseimbangan pada titik di bawah full-employment.
Kritikan Keynes yang lain terhadap sistem klasik yang juga sangat perlu diperhatikan ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada mekanisme penyesuaian (adjustment) otomatis yang menjamin bahwa perekonomian akan mencapai keseimbangan (equilibrium) pada tingkat penggunaan kerja penuh. Hal ini sangat jelas dalam analisisnya tentang pasar tenaga kerja.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kaum klasik percaya bahwa dalam posisi keseimbangan semua sumber daya, termasuk di dalamnya sumber daya tenaga kerja atau labor, akan dimanfaatkan secara penuh (fully employed). Kalau seandainya terjadi pengangguran, pemerintah tidak perlu melakukan tindakan/kebijaksanaan apa pun.
Sesuai pandangan laissez faire klasik, biarkan saja keadaan demikian, dan nanti orang-orang yang tidak bekerja tersebut akan bersedia berkerja dengan tingkat upah yang lebih rendah, yang mendorong pengusaha untuk mepekerjakan labor lebih banyak, sehingga akhirnya semua yang mau bekerja akan memperoleh pekerjaan.
Pandangan klasik di atas tidak diterima Keynes. Menurut pandangan Keynes, dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik di atas. Di manapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labour union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah. Dari sini Keynes mengecam analisis kaum klasik yang didasarkan pada pengandaian-pengandaian yang keliru dengan kenyataan hidup sehari-hari.
Kalaupun tingkat upah bisa diturunkan (tetapi kemungkinan ini dinilai Keynes kecil sekali), tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga.
Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor (marginal value of productivity of labor), yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labor, akan turun. Kalau penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor hanya turun sedikit, tetapi begitupun tetap saja jumlah albor yang tertampung lebih kecil dari jumlah labor yang ditawarkan. Yang parah kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan jumlah labor yang tertampung jadi semakin kecil, dan pengangguran menjadi semakin luas.

B. PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN
Dari hasil pengamatan tentang kejadian depresi ekonomi pada awal 30-an Keynes merekomendasikan agar perekonomian tidak diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar. Hingga batas tertentu peran pemerintah justru diperlukan. Misalnya kalau terjadi pengangguran pemerintah bisa memperbesar pengeluarannya untuk proyek-proyek padat karya sehingga sebagian tenaga kerja yang menganggur bisa bekerja, yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kalau harga-harga naik cepat, pemerintah bisa menarik jumlah uang beredar dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi, sehingga inflasi yang tak terkendali tidak sampai terjadi. Dalam situasi di mana terjadi gerak gelombang naik turunnya kegiatan ekonomi, pemerintah dapat menjalankan kebijaksanaan pengelolaan pengeluaran dan pengendalian permintaan efektif dalam bentuk ”kontra-siklis” atau ”anti-siklis”.
Dari berbagai kebijaksanaan yang bisa diambil, Keynes lebih sering mengandalkan kebijaksanaan fiskal. Dengan kebijaksanaan fiskal pemerintah bisa mempengaruhi jalanya perekonomian dengan menyuntikkan dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang mampu menyerap tenaga kerja. Terutama dalam situasi di mana sumber-sumber daya belum dimanfaatkan secara penuh, kebijaksanaan ini sangat ampuh dalam meningkatkan output dan memberantas pengangguran.
Apakah keynes tidak percaya pada mekanisme pasar bebas sesuai doktrin laissez faire-laissez passer klasik? Apakah ia tidak yakin dengan anggapan klasik bahwa perekonomian akan menemukan jalannya sendiri menuju keseimbangan? Keynes sebetulnya percaya tentang semua hal yang dikemukakan oleh kaum klasik tersebut. Akan tetapi Keynes menilai bahwa jalan menuju keseimbnagan dan full-employment tersebut sangat panjang. Kalau ditunggu mekanisme pasar (lewat tangan tak kentara) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan, dibutuhkan waktu yang sangat lama. Sedangkan, demikian Keynes pernah menulis: ”dalam jangka panjang kita akan mati!” (In the long run we’re all dead!) jadi, satu-satunya cara untuk membawa perekonomian ke arah yang diinginkan seandainya ia ”lari dari posisi keseimbangan”, demikian uraian Keynes lebih lanjut, ialah lewat intervensi atau campur tangan pemerintah.
Demikianlah, kalau kaum klasik pada umumnya menganggap tabu campur tangan pemerintah, bagi Keynes campur tangan pemerintah merupakan keharusan. Campur tangan pemerintah terutama diperlukan kalau perekonomian berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Kalau diamati, sepertinya Keynes sependapat dengan Marx yang mengatakan bahwa sistem ekonomi klasik tidak bebas dari fluktuasi, krisis pengangguran, dan sebagainya. Bedanya, kalau Marx berusaha menghancurkan sistem kapitalis dan menggantinya dengan sistem sosialis, Keynes sebaliknya justru ingin menyelamatkan sistem liberal tersebut.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar